#54 Memaknai Kehidupan

Bismillah. Dengan menyebut nama Allah. Semoga tulisan ini menjadi berkah bagi siapa yang membacanya. Hari ini kalau dihitung sesua...

Bismillah.

Dengan menyebut nama Allah. Semoga tulisan ini menjadi berkah bagi siapa yang membacanya.

Hari ini kalau dihitung sesuai dengan tahun masehi. Umurku tepat 21 tahun. Namun berbeda dengan usiaku. Mungkin usianya bisa lebih tua atau lebih muda dari 21.

21 tahun sudah. Tidak bisa dikatakan waktu yang singkat. Namun jalannya sungguh tak terasa. Kemarin-kemarin masih ingat diri ini masih dipakaikan oleh orang tua seragam berwarna merah-putih. Makan disuapi. Dan kebiasaan sedari kecil yang sampai saat ini tetap dipertahankan yaitu kesukaan makan gumbili. 

Masih juga saat-saat duduk di sekolah menengah pertama. Dengan seragam putih birunya. Pertama kalinya mengenal apa itu cinta monyet. Masih ingat juga ketika uang saku tidak sepadan dengan harga nasi kuning yang dijual. Dan keinginan untuk menabung yang pada akhirnya pas istirahat lebih sering hanya berada di kelas. 

Sempat mendengar Bapak guru  bicara dengan murid lain. Pada waktu kelas 3 pengayaan yang mengharuskan murid-murid kelas 3 mengikutinya. Sehingga jam pulang menjadi jam 4. “Masa ikut pengayaan Cuma dikasih 5000?” Kata beliau kepada murid itu. Ya Allah. Bahkan uang sakuku pun tidak bisa dikatakan menyentuh angkan 5000 itu. Akhirnya rasa kelaparan itu pun dihilangkan secara terpaksa lekas pulang kerumah di sela istirahat sebelum pengayaan (atau penganiayaan, plesetan dari teman-teman) dimulai. Pulang kerumah langsung menuju ke dapur memasak telor ceplok. Kemudian makan secepatnya dan kembali ke sekolah.

Kadang masih juga lekat di ingatan saat bermasalah dengan guru BK. Masalahnya hanya karena embel yang berada di bahu kanan masih bertuliskan kelas VII sedangkan waktu itu aku sudah kelas VIII. Ibu memintaku untuk membeli embel itu dikantin seharga 1500. Dan segera diganti besok. Aku mengeluh, wajahku muram. Bagaimana tidak? Di kantongku uang hanya tersisa 1500. Apabila embel itu harus ku beli sekarang. Bagaimana aku makan? Apakah aku harus berpuasa siang lagi? Dan karena perbuatan itulah menyesal rasanya telah bertindak yang tidak baik terhadap guru. Sehingga banyak hikmah yang bisa diambil.

Pernah juga masih berbekas di ingatan. Ketika bersekolah di SMA. Setelah pulang sekolah. Hari itu hari jum’at. Motor hanya satu dan itu dipakai orang tua. Sehingga aku harus diantar orang tua pergi ke sekolah dan pulangnya naik taksi. Harinya mendung dan aku harus menunggu taksi yang tujuannya persis ke arah rumahku. Kadang taksinya lewat begitu cepat. Kadang juga tidak dapat sehingga harus berjalan jauh ke rumah. Namun saat itu harinya hujan deras sekali. Alhasil tidak ada taksi yang menepi.Namun aku berpikir apabila berteduh tenstu aku tidak akan mendapatkan taksi sedang hari itu hari jum’at. Aku harus segera pulang, mandi, dan menunaikan shalat jum’at. Sehingga mau tidak mau memaksakan diri ini hanya mengandalkan pohon kecil. Berteduh seadanya sambil menunggu taksi. Namun tak ada satu pun taksi yang singgah.

Masih ku ingat suara itu. Ketika akhirnya telah lulus SMA. Kemudian optimis ingin kuliah di UNLAM. Namun seketika semangat itu hancur ketika mendapatkan telepon dari kakak. Ku beritahu ku niat untuk kuliah. Namun apa yang dikatakannya? “Mau kuliah? Uangnya dari mana?”

Kawan, Sungguh kita punya cerita masing-masing di dalam hidup kita. Cerita yang ku share diatas adalah sebagian kecil dari skenario yang diberikan  Allah kepadaku.

Yakinlah bahwa pelangi akan muncul setelah hujan. Penderitaan itu akan berlalu dan kenikmatan yang tiada tara akan mendatangi mu.

Percayalah dibalik kisahmu, itu memiliki makna tersendiri. Jadi janganlah mengeluh atas apa-apa yang terjadi padamu hari ini. Yakin dan percayalah bahwa Allah akan memberikanmu yang terbaik.

Alhamdulillah meskipun sewaktu SD juga harus merasakan minimnya uang saku, aku masih diberikan teman-teman seperjuangan yang mengajariku bermain kelereng, petak umpet, layang-layang, bagong, bola, tamiya, gasing, dan lain-lain yang mungkin tidak dinikmati oleh zaan sekarang.

Alhamdulillah meskipun sewaktu SMP juga harus merasakan minimnya uang saku, paling tidak aku diajarkan untuk tidak hidup berfoya-foya. Dan itu bagus sebagai awalan dalam mencari jati diri. Kita mungkin tak tahu siswa-siswa SMP yang kini diberikan fasilitas mewah berupa gadget, sepeda motor sendiri akan menjamin kesuksesannya dalam bersekolah. Bisa jadi ia yang hanya berjalan kaki, dengan uang saku seadanya, sering berpuasa di siang bolong punya banyak prestasi. 

Alhamdulillah meskipun sewaktu SMA sering diantar oleh orang tua. Kata teman Ayahku kamu tidak boleh malu apabila diantar orang tua. Sebab kamu itu seperti raja yang diantar oleh pembantu. Meskipun dulu aku agak bingung dengan kata-kata teman Ayahku itu tapi lambat laun akhirnya aku mengerti. Karena sesungguhnya ketika orang tua ku mengantar anaknya tuk pergi sekolah disitulah letak harapan seorang Ayah kepada putranya. Disitulah letak kasih sayangnya! Dan untuk urusan taksi itu tidak lain dan tidak bukan Allah mengajariku untuk bersabar!

Alhamduliilah kini akhirnya di umur tepat 21 tahun ini. Dan sedang menjalani kuliah dalam proses semester 7. Dan dengan tak ada sepeser pun biaya dari orang tua untuk membayar biaya kuliah. Sungguh pelangi itu betul-betul hadir. Cahayanya yang berkilauan seperti menyapa mengusap-ngusap pundak seperti seorang Ibu yang mencoba menenangkan anaknya yang sedang menangis.

Jadi, percayalah kawan. Perjalanan masih panjang. Janganlah engkau sibukkan untuk hal yang sia-sia. Semangatlah!

You Might Also Like

0 comments

Terimakasih dah dibaca. semoga bermanfaat :)

Flickr Images